Wednesday, December 11, 2013

http://edukasi.kompas.com/read/2013/11/21/1454323/Studi.Punya.Skil.Bahasa.Inggris.Tingkatkan.Pendapatan.30-50.Persen.Lebih.Tinggi.

Studi: Punya Skil Bahasa Inggris Tingkatkan Pendapatan 30-50 Persen Lebih Tinggi!


Menurut Lars Berg, Executive Vice President EF Indonesia, studi menunjukkan bahwa profesional yang berkemampuan berbahasa Inggris dengan baik bisa meraih pendapatan 30-50 persen lebih tinggi. Sebanyak 42 persen CEO di Indonesia mengatakan bahwa mereka kekurangan karyawan yang mampu berbahasa Inggris dengan baik. | EF Center


JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai lembaga ekonomi dunia dan juga korporasi kini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi ekonomi sangat besar di dunia. Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara pengendali perekonomian di Asia bersama China dan India. 

Indonesia memiliki populasi penduduk yang besar dan merupakan market besar dunia, selain juga memiliki sumber daya alam luar biasa. Tak heran, perusahaan-perusahaan ternama dunia berbondong-bondong masuk ke Indonesia untuk berinvestasi.  
Namun demikian, dalam hal sumber daya manusia, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalannya dalam hal teknologi dan juga kemampuan berkomunikasi. Sebagai negara yang ingin terus maju, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk sesegera mungkin memperbaiki kemampuan mereka untuk bisa berkomunikasi dengan bangsa lain. 

Robert Lane Greene yang mengkaji untuk The Economist mencatat, "Saingan bahasa Inggris dewasa ini bukanlah bahasa Mandarin, Arab atau Spanish, tetapi saingannya adalah komputer. Apalagi, sekarang komputer dilengkapi dengan Google Translate dengan kamus untuk mengecek makna lain selain yang diterjemahkan".  

Hal senada diungkapkan Dino Martin, Direktur B-Recruit, salah satu sebuah perusahaan konsultan SDM. Dino mengungkapkan, bahwa kemampuan bahasa Inggris sudah menjadi kriteria mutlak yang diinginkan perusahaan dari seorang calon pegawainya. Lebih lanjut Dino mengatakan bahwa ini terjadi bukan hanya di perusahaan multinasional, tetapi juga lokal. 

"Saya rasa kemampuan berbahasa Inggris adalah hal mutlak bagi mereka yang ingin berkarir di perusahaan multinasional. Bahkan, yang mengejutkan adalah di perusahaan lokal pun sudah menempatkan kemampuan berbahasa Inggris sebagai salah satu kriteria dasar dalam mencari pegawai," ujar Dino. 

EF centerCountry Manager EF English Centers Indonesia, Patricia Setyadjie, mengungkapkan di sekolah ini murid bisa memilih belajar di kelas melalui kelas tatap muka dengan guru native atau belajar secara online, atau kombinasi keduanya.
Pekerja profesional 
Bahasa Inggris memang hal mutlak bagi mereka yang ingin memiliki karir yang baik dan ingin terus memastikan peningkatan karirnya. Semakin tinggi posisi yang dicari, semakin mutlak persyaratan akan kemampuan berbahasa Inggris dari calon pegawai diminta oleh sebuah perusahaan. 

"Artinya, jika anda ingin mengembangkan karir dan terus mendapat promosi jabatan, maka kemampuan berbahasa Inggris menjadi salah satu hal yang perlu diamankan," lanjut Dino. 

Permasalahannya adalah, dengan tingkat kesibukan relatif padat, ditambah kemacetan di kota besar semakin menjadi, tantangan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris mendapat tantangan serius, terutama bagi para pekerja profesional. 

"Saya baru bisa pulang dari kantor jam 6 sore. Ditambah macet kurang lebih satu setengah jam, artinya paling cepat baru jam 19.30 sampai di rumah. Itu sudah rutinitas tetap dari Senin sampai Jumat, sementara Sabtu dan Minggu lebih banyak dihabiskan dengan teman dan keluarga. Jadi, memang sulit mencari waktu untuk kursus bahasa Inggris," ungkap Tito, seorang profesional muda di Jakarta.

Bagi para profesional di kota besar seperti Jakarta, urusan macet dan waktu memang bak "lingkaran setan" dan membuat mereka terlanjur terlambat untuk belajar bahasa Inggris.

"Saya ingin punya pekerjaan yang baik dengan karir dan bayaran yang juga memuaskan dan ritme kerja bisa disesuaikan. Namun, sepertinya agak sulit mendapatkannya dengan kemampuan berbahasa Inggris saya yang pas-pasan ini. Dengan aktifitas begitu padat, sepertinya agak mustahil bisa meluangkan waktu untuk kembali belajar bahasa Inggris. Namun, saya sadar jika saya tidak mulai belajar bahasa Inggris, kondisi saya akan terus seperti sekarang ini," timpal Agus, seorang pekerja bank ternama.

Online dan offline
Rhenald Kasali, dalam salah satu publikasinya menyebutkan bahwa Bahasa Inggris telah menjadi bahasa dagang yang sangat penting saat ini. Orang yang memiliki kemampuan multibahasa, selain terlihat intelek, mereka memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang baik. 

"Karena itu, Indonesia perlu membuka diri dan pendidikan harus berani memajukan generasi baru berbahasa ganda, multilingual," ujar Rheinald. 

Lebih lanjut Rhenald juga menyebutkan bahwa selain digunakan oleh 2 miliar jiwa, bahasa Inggris adalah bahasa yang dipakai ilmuwan-ilmuwan terkemuka dunia. Dewasa ini, menurut dia, lebih dari 90 persen publikasi ditulis dalam bahasa Inggris. 

"Kalaupun ada bahasa lain, jarang ada satu bahasa yang menguasai lebih dari 2 persen," kata Rheinald.

Berangkat dari permasalahan itu, EF English First Indonesia, sekolah bahasa terbesar di dunia, mendirikan sebuah sekolah bahasa Inggris yang menawarkan solusi untuk berbagai permasalahan di atas. Sekolah EF terbaru ini mulai beroperasi pada 27 September 2013 di fX Mal, Sudirman, Jakarta, untuk menawarkan metode pembelajaran bahasa Inggris yang fleksibel.

Country Manager EF English Centers Indonesia, Patricia Setyadjie, mengungkapkan di sekolah ini murid bisa memilih belajar di kelas melalui kelas tatap muka dengan guru native atau belajar secara online, atau kombinasi keduanya. Lebih menarik lagi, fasilitas belajar secara online dilakukan tidak hanya dengan program komputer, melainkan juga untuk kelas-kelas percakapan dengan interaksi langsung bersama native teacher.

"EF dengan metode pembelajaran EF Efekta System juga mengoptimalkan segala aspek kemampuan berbahasa Inggris seperti reading, writing, speaking, dan juga listening. Siswa diajak tidak hanya belajar grammar, tapi juga mencoba dan mengaplikasikannya dalam konteks sehari-hari," kata Patricia kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (21/11/2013). 

Mengikuti perkembangan zaman, lanjut Patricia, EF juga menggabungkan metode belajaronline dan offline. Hal ini merupakan suatu terobosan terbaru di dunia pendidikan bahasa. 

"Fasilitas belajar online ini bisa diakses melalui komputer, laptop, iPad, ataupun tablet mereka dari rumah, kantor, atau di manapun ada akses internet agar bisa tetap mengikuti kelas dan kembali mengikuti kelas tatap muka ketika sudah memiliki waktu. Dengan begitu, baik waktu, jarak atau padatnya aktifitas bukan lagi masalah untuk memperbaiki kemampuan bahasa Inggris mereka," tambah Patricia . 

Ia mengakui, walaupun konsep pembelajaran ini merupakan hal baru di Indonesia, namun ini bukanlah hal baru bagi EF. Konsep yang sama telah diterapkan dan mendapat sambutan positif di berbagai negara lain tempat EF beroperasi. 

Saat ini EF memiliki lebih dari 450 sekolah di lebih dari 54 negara di dunia. Eksistensinya di kancah global inilah yang membantu EF bisa terus berinovasi dan menciptakan standar baru dalam pendidikan bahasa. 

"Setiap tahun kami menginvestasikan tidak kurang dari 20 juta USD untuk pengembangan produk. Sekolah ini akan jadi sekolah bahasa Inggris yang canggih dan nyaman karena dilengkapi berbagi teknologi canggih seperti iPad, interactive whiteboard, monitor dengan layar sentuh dan berbagai aplikasi reservasi kelas yang bisa diakses secara online," ujarnya. 

Sementara itu, menurut Lars Berg, Executive Vice President EF Indonesia, studi menunjukkan bahwa profesional yang berkemampuan berbahasa Inggris dengan baik bisa meraih pendapatan 30-50 persen lebih tinggi. Sebanyak 42 persen CEO di Indonesia mengatakan bahwa mereka kekurangan karyawan yang mampu berbahasa Inggris dengan baik. Maka, lanjut Lars, Dengan berkembang pesatnya perekonomian di Indonesia, diperkirakan pada 2030 Indonesia akan membutuhkan 113 juta tenaga kerja yang mahir berbahasa Inggris. 

"Kebanyakan orang menghabiskan ribuan jam belajar bahasa Inggris mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Namun, sebagian besar murid dewasa kami saat pertama kali datang ke EF Center merasa kurang percaya diri dalam berbahasa Inggris. Sistem pembelajaran kami dirancang khusus untuk membantu murid menguasai bahasa Inggris praktis, ini berarti mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara alami dalam situasi kehidupan nyata," ungkap Lars.
Editor : Latief

Thursday, December 5, 2013

Quote of the day

BE STUDENT OF YOUR LOVED ONES.....

Education facts and figures - US students far behind Asians on global exam

http://news.msn.com/world/us-students-far-behind-asians-on-global-exam#tscptmf

Interesting finding on the facts and figures of education reality

http://nces.ed.gov/surveys/pisa/pisa2012/index.asp


Selected Findings from PISA 2012

U.S. Performance in Mathematics Literacy
  • Percentages of top performing 15-year-old students (those scoring at level 5 or above) in mathematics literacy ranged from 55 percent in Shanghai-China to nearly 0 percent in Colombia and Argentina. In the United States, 9 percent of 15-year-old students scored at proficiency level 5 or above, which was lower than the OECD average of 13 percent. The U.S. percentage was lower than 27 education systems, higher than 22 education systems, and not measurably different than 13 education systems. The percentage of top performers in mathematics in the United States overall (9 percent) was higher than the state of Florida (6 percent), but lower than Massachusetts (19 percent) and Connecticut (16 percent) (figure M1atable M1b).
  • In mathematics literacy, the percentage of 15-year-old students performing below level 2, which is considered a baseline of proficiency by the OECD, ranged from 4 percent in Shanghai-China to 76 percent in Indonesia. In the United States, 26 percent of 15-year-old students scored below level 2, which was higher than the OECD average of 23 percent. The U.S. percentage was higher than 29 education systems, lower than 26 education systems, and not measurably different than 9 education systems. The percentage of low performers in mathematics in the United States overall (26 percent) was higher than the states of Connecticut (21 percent) and Massachusetts (18 percent), but not measurably different than Florida (30 percent) (figure M1atable M1b).
  • Average scores in mathematics literacy ranged from 613 in Shanghai-China to 368 in Peru. The U.S. average score was 481, which was lower than the OECD average of 494. The U.S. average was lower than 29 education systems, higher than 26 education systems, and not measurably different than 9 education systems. The U.S. average was lower than the states of Massachusetts (514) and Connecticut (506), but higher than Florida (467) (table M4).
U.S. Performance in Science Literacy
  • Percentages of top-performing 15-year-old students (those scoring at level 5 or above) in science literacy ranged from 27 percent in Shanghai-China and 23 percent in Singapore to nearly 0 percent in eight education systems. In the United States, 7 percent of 15-year-old students scored at proficiency level 5 or above, which was not measurably different from the OECD average of 8 percent. The U.S. percentage was lower than 17 education systems, higher than 27 education systems, and not measurably different than 15 education systems. The percentage of top performers in science in the United States overall (7 percent) was lower than the states of Massachusetts (14 percent) and Connecticut (13 percent), but not measurably different than Florida (5 percent) (figure S1atable S1b).
  • In science literacy, the percentage of 15-year-old students performing below level 2, which is considered a baseline of proficiency by the OECD, ranged from 3 percent in Shanghai-China and 5 percent in Estonia to 67 percent in Indonesia and 68 percent in Peru. In the United States, 18 percent of U.S. 15-year-old students scored below level 2, which was not measurably different from the OECD average of 18 percent. The U.S. percentage was higher than 21 education systems, lower than 29 education systems, and not measurably different than 14 education systems. The percentage of low performers in science in the United States overall (18 percent) was higher than the states of Connecticut (13 percent) and Massachusetts (11 percent), but not measurably different than Florida (21 percent) (figure S1atable S1b).
  • Average scores in science literacy ranged from 580 in Shanghai-China to 373 in Peru. The U.S. average score was 497, which was not measurably different from the OECD average of 501. The U.S. average was lower than 22 education systems, higher than 29 education systems, and not measurably different than 13 education systems. The U.S. average was lower than the states of Massachusetts (527) and Connecticut (521), but not measurably different than Florida (485) (table S2).
U.S. Performance in Reading Literacy
  • Percentages of top performing 15-year-old students (those scoring at level 5 or above) in reading literacy ranged from 25 percent in Shanghai-China and 21 percent in Singapore to nearly 0 percent in 3 education systems. In the United States, 8 percent of U.S. 15-year-old students scored at proficiency level 5 or above, which was not measurably different from the OECD average of 8 percent. The U.S. percentage was lower than 14 education systems, higher than 33 education systems, and not measurably different than 12 education systems. The percentage of top performers in reading in the United States overall (8 percent) was higher than the state of Florida (6 percent), but lower than Massachusetts (16 percent) and Connecticut (15 percent) (figure R1atable R1b).
  • In reading literacy, the percentage of 15-year-old students performing below level 2, which is considered a baseline of proficiency by the OECD, ranged from 3 percent in Shanghai-China to 60 percent in Peru. In the United States, 17 percent of U.S. 15-year-old students scored below level 2, which was not measurably different from the OECD average of 18 percent. The U.S. percentage was higher than 14 education systems, lower than 33 education systems, and not measurably different than 17 education systems. The percentage of low performers in reading in the United States overall (17 percent) was higher than the state of Massachusetts (11 percent), but not measurably different than Connecticut (13 percent) and Florida (17 percent) (figure R1atable R1b).
  • Average scores in reading literacy ranged from 570 in Shanghai-China to 384 in Peru. The U.S. average score was 498, which was not measurably different from the OECD average of 496. The U.S. average was lower than 19 education systems, higher than 34 education systems, and not measurably different than 11 education systems. The U.S. average was lower than the U.S. states Massachusetts (527) and Connecticut (521), but not measurably different than Florida (492) (table R2).
Eighteen education systems had higher average scores than the United States in all three subjects. The 18 education systems are: Australia, Canada, Chinese Taipei, Estonia, Finland, Germany, Hong Kong-China, Ireland, Japan, Liechtenstein, Macao-China, Netherlands, New Zealand, Poland, Republic of Korea, Shanghai-China, Singapore, and Switzerland. The U.S. states Massachusetts and Connecticut also had higher average scores than the United States in all three subjects (tables M4S2, and R2).
U.S. Performance Over Time
  • The U.S. average mathematics, science, and reading literacy scores in 2012 were not measurably different from average scores in previous PISA assessment years with which comparisons can be made (2003, 2006 and 2009 for mathematics; 2006, and 2009 for science; and 2000, 2003, and 2009 for reading) (table T1).
U.S. Performance on Computer-Based Assessments
  • On the computer-based mathematics literacy assessment (administered in 32 education systems), average scores ranged from 566 in Singapore and 562 in Shanghai-China to 397 in Colombia. U.S. 15-year-old students had an average score of 498, which was not measurably different from the OECD average of 497. Twelve education systems had higher average scores, 8 had lower average scores, and 11 had average scores that were not measurably different than the United States (table CM2).
  • On the computer-based reading literacy assessment (administered in 32 education systems), average scores ranged from 567 in Singapore to 396 in Colombia. U.S. 15-year-old students had an average score of 511, which was higher than the OECD average of 497. Seven education systems had higher average scores, 17 had lower average scores, and 7 had average scores that were not measurably different than the United States (table CR2).